Banyak orang bermimpi sukses di usia muda. Namun, tak sedikit yang takut untuk menjalaninya. Karena, yang terbayang dalam pikiran hanya rasa bingung bagaimana memulai dan mewujudkan mimpi itu menjadi kenyataan.
Tetapi, situasi itu tidak berlaku bagi Billy Boen. Dia justru berkeyakinan bahwa jika bisa meraih sukses di usia muda, mengapa harus menunggu tua terlebih dahulu? Baginya, tiap orang ada baiknya mengalami kegagalan, karena sukses yang sesungguhnya tidak diraih secara instan, melainkan membutuhkan proses.
Ini yang membuat mentalnya menjadi semakin kuat dalam menekuni bisnis. Berkat didikan sang ayah pula, yang merupakan sumber inspirasinya, memicu pengusaha kelahiran Jakarta, 13 Agustus 1978 ini untuk terus berkarya dan melakukan yang terbaik demi memberikan nilai kepada orang lain.
"Ayah saya adalah pekerja keras. Beliau selalu mengingatkan saya bahwa dasarnya tetap sama untuk berbisnis, yaitu harus memiliki attitude (karakter) yang baik, menghormati orang lain, dan selalu extra mile (bekerja dengan memberi lebih dari yang diminta atau diharapkan)," ujar putra dari Henry Boen, itu.
Billy menempuh pendidikan di Utah State University (USU), Amerika Serikat, jurusan S-1 bidang manajemen pada 1996. Dalam waktu dua tahun lebih, ia berhasil menyelesaikan studinya tersebut untuk melanjutkan ke jenjang S-2 di State University of West Georgia.
Dia mendapatkan gelar MBA (Master of Business Administration) dari almamaternya hanya dalam waktu satu tahun, dan menjadi lulusan yang memperoleh predikat cumlaude. Itulah modal berharga yang dibawanya pulang ke Tanah Air untuk mulai menapaki jenjang karier berikutnya di usia yang masih muda, 22 tahun.
Melalui perjalanan hidup yang penuh warna, pada 2005, Billy mampu menjadi pimpinan di beberapa perusahaan. Tak hanya itu, dia dinobatkan sebagai general manager PT Oakley Indonesia termuda saat usianya baru 26 tahun.
Bahkan, kala itu, Billy pun menjadi GM Oakley termuda di dunia. Pada akhir 2009, bersama Richard Buntaran, pemilik Optik Seis, dia mendirikan Jakarta International Management (JIM) dan Jakarta International Consulting (JIC).
"Pada tahun yang sama, saya bergabung dengan Majalah Roling Stone Indonesia dan menjadi direkturnya. Baru pada April 2009, saya menulis buku berjudul Young on Top yang diterbitkan oleh GagasMedia," ungkapnya.
Lalu, bagaimana Billy Boen meraih sukses sebagai pebisnis sekaligus penulis buku?
Apa nilai-nilai yang ingin dibagikannya kepada anak muda yang juga ingin terjun ke dunia bisnis seperti dirinya? Berikut petikan wawancara khusus VIVA.co.id dengan Billy Boen:
Bisa Anda ceritakan awal mula menekuni profesi sebagai penulis buku?
Setelah saya selesai kuliah S-2 dan kembali ke Indonesia tetap bekerja dan bergabung di PT Berca Sportindo, distributor tunggal Nike di Indonesia. Tahun 2005, keluar dari PT Berca Sportindo, bergabung dengan Oakley Indonesia yang berkantor di Bali.
Dan juga menjadi bagian di MRI Group, hingga akhirnya November 2012 saya mendirikan PT Young on Top Nusantara (YOT). Membawahi semua kegiatan yang berhubungan dengan Young on Top, baik program YOT di televisi, radio, pendidikan informal (YOT Academy), konsultasi perusahaan, seminar publik dan berbagai rangkaian kegiatan sosial yang bertujuan untuk mengembangkan potensi anak-anak muda di Indonesia.
Di sini, saya menulis buku dan bersyukur bisa menjadi best seller, sehingga mengubah hidup saya. Hal ini yang membuat saya berpikir bahwa saya punya banyak waktu untuk berbagi melalui tulisan. Sekarang bukan hanya memiliki beberapa perusahaan, melainkan keistimewaan waktu dapat menulis untuk berbagi kepada orang lain.
Apa yang Anda tekankan dalam setiap buku yang ditulis?
Kalau apa yang saya tulis selama ini dari pemikiran dan pengalaman, itu lebih ke inspirasi dengan bukunya Young On Top. Di April 2009, peluncuran buku pertamanya, tapi Oktober 2012 diluncurkan lagi karena ada beberapa chapter yang dulu tak kepikiran terus kemudian kepikiran juga.
Jadi, saya punya tanggung jawab moril untuk membuat edisi barunya. Untuk YOT 1 dan 2 sesungguhnya lebih kepada hasil wawancara saya dengan para CEO di radio program YOT. Namun, dari semua seri buku YOT yang menjadi benang merah adalah 'You Have to Know'apa passion kita. Kedua adalah kita harus tahu mimpi secara jelas dan tinggi, dan ketigaattitude atau karakter.
Intinya, orang mau pintar setinggi langit dan kekayaannya nggak habis-habis, tapi kalau tak mempunyai karakter yang baik akan sulit mendapatkan teman. Saya juga malas berteman dengan orang seperti itu.
Bagaimana Anda melihat motivasi bisnis di kalangan anak muda saat ini?
Sudah bagus. Sekitar tahun 2008-2009, Badan Pusat Statistik (BPS) pernah mengumumkan bahwa nilai entrepreneur (pengusaha) di Indonesia hanya 0,18 persen. Namun, dua tahun lalu, sudah mencapai 1,47 persen.
Dilihat dari antusiasme rata-rata orang Indonesia, khususnya anak muda yang ingin menjadi pengusaha cukup besar. Itu juga terefleksikan saat saya ke kampus-kampus dan bekerja sama dengan PT IBM Indonesia mengumpulkan anak-anak muda yang mau berbisnis di bidang IT, ternyata mendapat respons positif.
Apa yang biasanya menjadi keluhan bagi anak muda dalam berbisnis?
Biasanya, pertama kali yang menjadi kekhawatiran mereka adalah bagaimana modalnya. Bagaimana pun, bisnis sulit berjalan tanpa adanya modal. Akan tetapi, ada delapan tahap menjadi pengusaha dan itu bukan teori, karena itu yang selalu saya lakukan. Salah satunya adalah kita harus tahu di mana kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
Ibaratnya, kalau bicara mengenai modal yang menjadi momok menakutkan dan itu menjadi kekurangan kita, maka hal yang dilakukan cari mitra bisnis yang memiliki modal. Memang tak gampang meyakinkan seseorang menaruh modalnya, makanya kita perlu memiliki banyak kelebihan, seperti mengetahui benar apa industri yang mau dijalani, apakah memiliki skill-nya, mempunyai attitude yang baik, passion yang kuat dan tujuannya apa dalam menjalani bisnis itu.
Apakah harus memiliki pendidikan khusus untuk berbisnis?
Pendidikan khusus bukan hal terutama, meski sudah banyak kampus yang membuka mata kuliah mengenaientrepreneurship. Akan tetapi, ketika banyak anak muda yang masuk ke dunia marketing, arsitek dan malah masuk ke dunia entrepreneur bukan alasan tidak bisa.
Banyak hal yang bisa ditempuh, misalnya melalui radio, nonton televisi, belajar dari pengalaman orang lain maupun membaca buku-buku terkait untuk memperluas wawasan. Jangan pernah berpikir bahwa kita tahu segalanya. Usahakan ketemuan dengan orang, lalu banyak bertanya dan jadikan teman. Istilahnya, kalau mau sukses harus punyanetwork yang luas juga.
Sejauh yang Anda temui selama ini, bagaimana tingkat pendidikan anak muda yang memulai bisnis?
Macam-macam. Beberapa tahun lalu, saya "menggarap" BNI 46 untuk program mentoring di Kampus Undip dan IPB. Jurusannya bervariasi, termasuk arah bisnis para mahasiswa tersebut.
Intinya, menjadi pengusaha itu harus memiliki mental yang kuat. Jangan lupa belajar dari kesalahan atau kegagalan, sehingga ke depannya tidak akan gagal di hal yang sama. Dengan demikian, sukses yang sesungguhnya tidak didapatkan secara instan, melainkan melewati proses yang ada. Suatu hari nanti, saya juga memiliki impian untuk menulis buku bagaimana membangun bisnis yang baik.
Apa prinsip hidup Anda?
Sampai detik ini, saya selalu ingin berbagi dengan orang lain. Saya tak punya cita-cita bahwa saya bangga sudah punya ini dan itu, atau sudah melakukan ini dan itu.
Namun, dalam hidup saya selalu punya target yang harus dicapai, bisa harian, bulanan atau tahunan. Dan paling penting, saya selalu pegang prinsip, setiap detik dalam hidup ini berusaha memiliki nilai bagi orang lain dan apa yang saya lakukan sebisa mungkin memberikan nilai bagi banyak orang.
Sumber: Vivanews
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Banyak Atas Komentarnya... Jangan Lupa Baca Artikel Yang Lain Ya.... :)